Dalam debat kandidat pasangan gubernur dan
wakil gubernur Jawa Timur, yang disiarkan oleh 3 stasiun televisi nasional
(Metro TV, TVOne, dan Kompas TV), pasangan incumbent Karsa (Soekarwo-Saifullah
Yusuf) selalu mengungkap data-data pembangunan Jatim yang disebutnya tumbuh
secara positif. Pertumbuhan itu mereka klaim sebagai prestasi pemerintahan yang
dipimpinnya selama 5 tahun terakhir. Pemirsa televisi tentu saja tidak akan
sempat menguji kebenaran statistic game yang disampaikan gubernur incumbent. Dalam konteks debat
kandidat seperti itu, sulit untuk mengungkap persoalan sampai ke substansi
terdalam.
Saya yang sudah dua minggu tinggal di
Surabaya untuk melihat proses Pilkada Jatim dari dekat, jelas tergerak menguji
kebenaran pernyataan gubenur incumbent. Beruntung, kawan-kawan
akademisi di sekolah-sekolah tinggi Surabaya dan Malang sangat terbuka
memberikan sejumlah data dan hasil kajian mereka tentang pembangunan di Jawa
Timur. Mereka tersenyum simpul melihat saya terkesiap setelah membaca data-data
yang mereka sampaikan. Saya melihat kontradiksi yang sangat serius, jika tidak
bisa disebut sebagai kebohongan, antara pernyataan gubernurincumbent dengan hasil kajian
akademis. Mana yang benar? Tidak sulit untuk memihak, saya memihak kebenaran
hasil kajian dari teman-teman akademisi, daripada pernyataan Gubernur incumbent Soekarwo.
Pasangan Karsa, yang selama 5 tahun ini
memerintah Jawa Timur, sedikitnya telah melakukan 12 dosa pembangunan dengan
tambahan 1 dari saya, jadinya 13, yakni soal kebohongan dia akan janji
kampanyenya pada 2008. Karsa berteriak tentang APBD untuk rakyat pada Pilkada
2008, yang ternyata tidak lebih dari sekadar mantra politik untuk memikat hati
masyarakat Jatim. Terjadi pengrusakan di 12 sektor pembangunan Jawa Timur dari
APBD yang dikelola gubernur incumbent.
1. Dari pertumbuhan ekonomi
7,27 persen pada 2012, ternyata membawa kerusakan di sektor pertanian.
Pertanian merangkak bak siput, padahal Jatim seharusnya menjadi lumbung
pertanian nasional.
2. Pemprov Jatim di bawah
kepemimpinan Karwo gagal memeratakan pembangunan. Bahkan menciptakan
ketimpangan sangat serius antar daerah. Sebabnya terletak pada ketidaksanggupan
gubernur dalam menangani investasi di daerah. Investasi sebesar Rp 53,86
triliun pada 2012 saja hanya terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu, seperti
Gresik, Pasuruan, Surabaya, Sidoarjo, dan Mojokerta.
3. Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) lebih rendah dibandingkan dengan IPM nasional. Koridor Utara Jatim hanya
65,35; Koridor Utara-Selatan 73,90; Koridor Barat daya 72,21, Koridor Timur
65,94. Jika ditotal, IPM Jatim jelas di bawah IPM nasional yang mencapai 73
lebih.
4. Pembangunan di Jatim hanya
menciptakan ketidakadilan. Hanya ada 7 daerah di Jatim yang menguasai PDRB
sampai 56,5 persen. Sisanya dibagi kepada 31 daerah lainnya. Ketimpangan luar
bisa antar daerah.
5. Pembangunan di Jawa Timur
nyaris tidak mengangkat derajat kesejahteraan masyarakat sama sekali.
Pendapatan per kapita rendah, jauh di bawah rata-rata pendapatan nasional,
sehingga penduduk miskin masih sangat tinggi di Jawa Timur.
6. Tingginya angka kemiskinan
di Jatim jelas menjadikan provinsi ini tidak bermartabat di bawah kepemimpinan
Pakde Karwo. Tahun 2012 angka kemiskinan penduduk Jatim mencapai 13,4 persen
dari total penduduk. Padahal secara nasinal angka kemiskinan itu hanya 11,6
persen.
7. Pemeritahan Karsa juga
gagal menciptakan lapangan kerja yang layak bagi rakyat Jatim. Masyarakat
dibiarkan sendiri memecahkan problematika ketenagakerjaannya, sehingga orang
yang berkerja di sektor informal jumlahnya menggelembung, mencapai 66,20
persen. Ini menunjukkan keberhasilan masyarakat di satu sisi dan kegagalan
pemerintah Karsa di Jatim pada sisi lainnya.
8. Pemeritahan Karsa seperti
buta terhadap sektor penting yang menyangga kehidupan masyarakat Jatim. Sikap
menganaktirikan sektor pertanian dan perikanan kentara dari alokasi kredit
masyarakat. Padahal masyarakat yang bekerja di sektor ini sangat banyak.
Pemerintahan Karsa lebih suka sektor-sektor yang bisa memberikan keuntungan
langsung bagi dirinya.
9. Ketidakpedulian
pemerintahan Karsa terhadap kondisi masyarakat Jatim juga terlihat dari angaka
bayi rawan gizi yang meningkat mencapai 10,3 persen (2012) dari sebelumnya 9,3
persen (2010).
10. Pemerintahan Karsa tampak
tidak ada usaha memanusiakan masyarakat Jatim dari ketidakpeduliannya dalam
menyiapkan layanan pendidikan bagi masyarakat. Angka pasrtisipasi pendidikan
dari SD sampai SMA lebih rendah dari angka partisipasi pendidikan secara
nasional.
11. APBD untuk rakyat
benar-benar tidak terjadi di Jatim. Pemerintahan karsa lebih banyak
membelanjakan APBD-nya untuk membayar gaji aparat di birokrasi: 33,7 persen
(2008) dan 37,7 persen (2012) dihabiskan untuk keperluan ini , bukan untuk
pembangunan.
12. Belanja modal sangat kecil,
infrastruktur hancur (hanya mendapat 8,5 persen dari alokasi APBD). Sementara
51 persen untuk belanja birokrasi (belanja barang dan pegawai).
13. APBD untuk Rakyat Jatim
bohong belaka.
Setelah membaca data-data hasil kajian akademis
seperti itu, saya bisa menemukan alasan kenapa pasangan Karsa ini begitu ngotot
memertahankan kekuasaannya di Jatim. Dengan dukungan partai yang demikian besar
(sekitar 70 persen suara di DPRD), yang dibelinya secara tidak murah, kemudian
kampanye Karsa yang besar-besaran, berkorelasi positif dengan APBD yang tidak
dibelanjakan untuk kepentingan rakyat banyak.
Incumbent yang korup akan ngotot berkuasa
kembali pada periode kedua, demi mengamankan korupsi periode pertama dan
memaksimalkan korupsi berikutnya. Jika pada periode pertama sangat hati-hati,
lain soal dengan periode penghabisan. Kerakusan akan semakin tampak bengisnya.
Seharusnya masyarakat Jatim sudah bisa
mencium bau kotor dari kampanye dan partai-partai politik pendukung pasangan
Karsa. Dan hanya satu cara untuk menghentikan kebohongan dan kerusakan di
Jatim, yakni dengan tidak memilihnya pada 29 Agustus 2013 nanti.***
Diakses
pada tanggal 27 Agustus 2013 pukul 22.04 dari
http://politik.kompasiana.com/2013/08/27/fakta-kebohongan-karsa-apbd-bukan-untuk-rakyat-587533.html
0 komentar:
Posting Komentar