Selasa, 27 Agustus 2013

Fakta Kebohongan Karsa: APBD Bukan untuk Rakyat


Dalam debat kandidat pasangan gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur, yang disiarkan oleh 3 stasiun televisi nasional (Metro TV, TVOne, dan Kompas TV), pasangan incumbent Karsa (Soekarwo-Saifullah Yusuf) selalu mengungkap data-data pembangunan Jatim yang disebutnya tumbuh secara positif. Pertumbuhan itu mereka klaim sebagai prestasi pemerintahan yang dipimpinnya selama 5 tahun terakhir. Pemirsa televisi tentu saja tidak akan sempat menguji kebenaran statistic game yang disampaikan gubernur incumbent. Dalam konteks debat kandidat seperti itu, sulit untuk mengungkap persoalan sampai ke substansi terdalam.

Saya yang sudah dua minggu tinggal di Surabaya untuk melihat proses Pilkada Jatim dari dekat, jelas tergerak menguji kebenaran pernyataan gubenur incumbent. Beruntung, kawan-kawan akademisi di sekolah-sekolah tinggi Surabaya dan Malang sangat terbuka memberikan sejumlah data dan hasil kajian mereka tentang pembangunan di Jawa Timur. Mereka tersenyum simpul melihat saya terkesiap setelah membaca data-data yang mereka sampaikan. Saya melihat kontradiksi yang sangat serius, jika tidak bisa disebut sebagai kebohongan, antara pernyataan gubernurincumbent dengan hasil kajian akademis. Mana yang benar? Tidak sulit untuk memihak, saya memihak kebenaran hasil kajian dari teman-teman akademisi, daripada pernyataan Gubernur incumbent Soekarwo.

Pasangan Karsa, yang selama 5 tahun ini memerintah Jawa Timur, sedikitnya telah melakukan 12 dosa pembangunan dengan tambahan 1 dari saya, jadinya 13, yakni soal kebohongan dia akan janji kampanyenya pada 2008. Karsa berteriak tentang APBD untuk rakyat pada Pilkada 2008, yang ternyata tidak lebih dari sekadar mantra politik untuk memikat hati masyarakat Jatim. Terjadi pengrusakan di 12 sektor pembangunan Jawa Timur dari APBD yang dikelola gubernur incumbent.

1. Dari pertumbuhan ekonomi 7,27 persen pada 2012, ternyata membawa kerusakan di sektor pertanian. Pertanian merangkak bak siput, padahal Jatim seharusnya menjadi lumbung pertanian nasional.

2. Pemprov Jatim di bawah kepemimpinan Karwo gagal memeratakan pembangunan. Bahkan menciptakan ketimpangan sangat serius antar daerah. Sebabnya terletak pada ketidaksanggupan gubernur dalam menangani investasi di daerah. Investasi sebesar Rp 53,86 triliun pada 2012 saja hanya terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu, seperti Gresik, Pasuruan, Surabaya, Sidoarjo, dan Mojokerta.

3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) lebih rendah dibandingkan dengan IPM nasional. Koridor Utara Jatim hanya 65,35; Koridor Utara-Selatan 73,90; Koridor Barat daya 72,21, Koridor Timur 65,94. Jika ditotal, IPM Jatim jelas di bawah IPM nasional yang mencapai 73 lebih.

4. Pembangunan di Jatim hanya menciptakan ketidakadilan. Hanya ada 7 daerah di Jatim yang menguasai PDRB sampai 56,5 persen. Sisanya dibagi kepada 31 daerah lainnya. Ketimpangan luar bisa antar daerah.

5. Pembangunan di Jawa Timur nyaris tidak mengangkat derajat kesejahteraan masyarakat sama sekali. Pendapatan per kapita rendah, jauh di bawah rata-rata pendapatan nasional, sehingga penduduk miskin masih sangat tinggi di Jawa Timur.

6. Tingginya angka kemiskinan di Jatim jelas menjadikan provinsi ini tidak bermartabat di bawah kepemimpinan Pakde Karwo. Tahun 2012 angka kemiskinan penduduk Jatim mencapai 13,4 persen dari total penduduk. Padahal secara nasinal angka kemiskinan itu hanya 11,6 persen.

7. Pemeritahan Karsa juga gagal menciptakan lapangan kerja yang layak bagi rakyat Jatim. Masyarakat dibiarkan sendiri memecahkan problematika ketenagakerjaannya, sehingga orang yang berkerja di sektor informal jumlahnya menggelembung, mencapai 66,20 persen. Ini menunjukkan keberhasilan masyarakat di satu sisi dan kegagalan pemerintah Karsa di Jatim pada sisi lainnya.

8. Pemeritahan Karsa seperti buta terhadap sektor penting yang menyangga kehidupan masyarakat Jatim. Sikap menganaktirikan sektor pertanian dan perikanan kentara dari alokasi kredit masyarakat. Padahal masyarakat yang bekerja di sektor ini sangat banyak. Pemerintahan Karsa lebih suka sektor-sektor yang bisa memberikan keuntungan langsung bagi dirinya.

9. Ketidakpedulian pemerintahan Karsa terhadap kondisi masyarakat Jatim juga terlihat dari angaka bayi rawan gizi yang meningkat mencapai 10,3 persen (2012) dari sebelumnya 9,3 persen (2010).

10. Pemerintahan Karsa tampak tidak ada usaha memanusiakan masyarakat Jatim dari ketidakpeduliannya dalam menyiapkan layanan pendidikan bagi masyarakat. Angka pasrtisipasi pendidikan dari SD sampai SMA lebih rendah dari angka partisipasi pendidikan secara nasional.

11. APBD untuk rakyat benar-benar tidak terjadi di Jatim. Pemerintahan karsa lebih banyak membelanjakan APBD-nya untuk membayar gaji aparat di birokrasi: 33,7 persen (2008) dan 37,7 persen (2012) dihabiskan untuk keperluan ini , bukan untuk pembangunan.

12. Belanja modal sangat kecil, infrastruktur hancur (hanya mendapat 8,5 persen dari alokasi APBD). Sementara 51 persen untuk belanja birokrasi (belanja barang dan pegawai).

13. APBD untuk Rakyat Jatim bohong belaka.
Setelah membaca data-data hasil kajian akademis seperti itu, saya bisa menemukan alasan kenapa pasangan Karsa ini begitu ngotot memertahankan kekuasaannya di Jatim. Dengan dukungan partai yang demikian besar (sekitar 70 persen suara di DPRD), yang dibelinya secara tidak murah, kemudian kampanye Karsa yang besar-besaran, berkorelasi positif dengan APBD yang tidak dibelanjakan untuk kepentingan rakyat banyak.

Incumbent yang korup akan ngotot berkuasa kembali pada periode kedua, demi mengamankan korupsi periode pertama dan memaksimalkan korupsi berikutnya. Jika pada periode pertama sangat hati-hati, lain soal dengan periode penghabisan. Kerakusan akan semakin tampak bengisnya.
Seharusnya masyarakat Jatim sudah bisa mencium bau kotor dari kampanye dan partai-partai politik pendukung pasangan Karsa. Dan hanya satu cara untuk menghentikan kebohongan dan kerusakan di Jatim, yakni dengan tidak memilihnya pada 29 Agustus 2013 nanti.***

Diakses pada tanggal 27 Agustus 2013 pukul 22.04 dari
http://politik.kompasiana.com/2013/08/27/fakta-kebohongan-karsa-apbd-bukan-untuk-rakyat-587533.html

Jumat, 16 Agustus 2013

Mengenal Tanda Jasa di Indonesia

Di Negara kita Indonesia banyak jasa yang disematkan pada putra putri terbaik bangsa yang ikut mengharumkan nama baik Negara. Kadang kita kurang bahkan tidak tahu jasa macam apa dan apa arti pengahargaan tanda jasa tersebut diberikan. Jenis penghargaan dan nama saja kurang tau apalagi pantas dan tidaknya layak dan tidaknya kita malah lebih jauh kita tidak tahu apakah layak diberikan pada seseorang yang menyandang atau tidak. Berikut ini daftar dan penjelasan jenis jenis penghargaan pemerintah.

Berikut ini ialah daftar tanda jasa dan tanda kehormatan yang diberikan oleh pemerintah Republik Indonesia kepada perorangan ataupun instansi. Nama-nama tanda kehormatan biasanya diambil dari Bahasa Sanskerta yang artinya disesuaikan dengan jenis bidang pengabdian tertentu dan tingkat tanda kehormatan. Pada saat ini berlaku Undang-undang Nomor 20 tahun 2009 (Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan) dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010 (Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan). Berdasarkan dua produk hukum ini maka ada beberapa tanda kehormatan yang tidak akan diberikan lagi (e.g. Bintang Sewindu APRI) dan ada beberapa tanda kehormatan yang baru (e.g. Bintang Kemanusiaan). Tanda kehormatan bintang lebih tinggi derajatnya daripada tanda kehormatan satyalancana.

Undang-undang Nomor 20 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010 merupakan usaha kodifikasi dan penyatuan sistem pemberian tanda-tanda kehormatan. Sebelum dua produk hukum ini berlaku, ada begitu banyak undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatur tanda kehormatan tertentu saja secara terpisah antara satu dengan yang lain. Tanda kehormatan yang pertama kali diadakan oleh Republik Indonesia adalah Bintang Gerilya (Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1949). Tanda kehormatan yang paling akhir diadakan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010 adalah Satyalancana Dharma Nusa (Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003).

Tanda Jasa

Tanda Jasa adalah penghargaan negara yang diberikan presiden kepada seseorang yang berjasa dan berprestasi luar biasa dalam mengembangkan dan memajukan suatu bidang tertentu yang bermanfaat besar bagi bangsa dan negara. Secara umum, tanda jasa merupakan penghargaan atas prestasi dalam bidang-bidang non-militer (e.g. pendidikan, ekonomi, olahraga, budaya).
Medali Kepeloporan
Medali Kejayaan
Medali Perdamaian

Tanda Kehormatan Bintang
Tanda kehormatan bintang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tanda kehormatan bintang sipil (e.g. Bintang Kemanusiaan) dan tanda kehormatan bintang militer (e.g. Bintang Gerilya). Di antara semua tanda kehormatan bintang, ada yang terdiri dari beberapa kelas atau tingkatan (e.g. Bintang Yudha Dharma) dan ada pula yang hanya terdiri dari satu kelas atau tingkatan (e.g. Bintang Dharma).

Bintang Sipil :
Bintang Republik Indonesia, terdiri atas lima kelas:
Bintang Republik Indonesia Adipurna
Bintang Republik Indonesia Adipradana
Bintang Republik Indonesia Utama
Bintang Republik Indonesia Pratama
Bintang Republik Indonesia Nararya
Bintang Mahaputera, terdiri atas lima kelas:
Bintang Mahaputera Adipurna
Bintang Mahaputera Adipradana
Bintang Mahaputera Utama
Bintang Mahaputera Pratama
Bintang Mahaputera Nararya
Bintang Jasa, terdiri atas tiga kelas:
Bintang Jasa Utama
Bintang Jasa Pratama
Bintang Jasa Nararya
Bintang Kemanusiaan
Bintang Penegak Demokrasi, terdiri atas tiga kelas:
Bintang Penegak Demokrasi Utama
Bintang Penegak Demokrasi Pratama
Bintang Penegak Demokrasi Nararya
Bintang Budaya Parama Dharma
Bintang Bhayangkara, terdiri atas tiga kelas:
Bintang Bhayangkara Utama
Bintang Bhayangkara Pratama
Bintang Bhayangkara Nararya

Bintang Militer :
Bintang Gerilya
Bintang Sakti
Bintang Dharma
Bintang Yudha Dharma, terdiri atas tiga kelas:
Bintang Yudha Dharma Utama
Bintang Yudha Dharma Pratama
Bintang Yudha Dharma Nararya
Bintang Kartika Eka Pakçi, terdiri atas tiga kelas:
Bintang Kartika Eka Paksi Utama
Bintang Kartika Eka Paksi Pratama
Bintang Kartika Eka Paksi Nararya
Bintang Jalasena, terdiri atas tiga kelas:
Bintang Jalasena Utama
Bintang Jalasena Pratama
Bintang Jalasena Nararya
Bintang Swa Bhuwana Paksa, terdiri atas tiga kelas:
Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama
Bintang Swa Bhuwana Paksa Pratama
Bintang Swa Bhuwana Paksa Nararya

Tanda Kehormatan Satyalancana
Tanda kehormatan satyalancana dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tanda kehormatan satyalancana sipil (e.g. Satyalancana Pembangunan) dan tanda kehormatan satyalancana militer (e.g. Satyalancana Teladan). Di antara semua tanda kehormatan satyalancana, ada yang membedakan lamanya waktu pengabdian (e.g. Satyalancana Karya Satya) dan ada pula yang dapat diberikan hingga tiga kali (e.g. Satyalancana Dharma Nusa).

Satyalancana Sipil :
Satyalancana Perintis Kemerdekaan
Satyalancana Pembangunan
Satyalancana Wira Karya
Satyalancana Kebaktian Sosial
Satyalancana Kebudayaan
Satyalancana Pendidikan
Satyalancana Pendidikan
Satyalancana Pendidikan ulangan pertama
Satyalancana Pendidikan ulangan kedua
Satyalancana Karya Satya
Satyalancana Karya Satya 10 tahun
Satyalancana Karya Satya 20 tahun
Satyalancana Karya Satya 30 tahun
Satyalancana Dharma Olahraga
Satyalancana Dharma Pemuda
Satyalancana Kepariwisataan
Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha
Satyalancana Pengabdian
Satyalancana Pengabdian 8 tahun
Satyalancana Pengabdian 16 tahun
Satyalancana Pengabdian 24 tahun
Satyalancana Pengabdian 32 tahun
Satyalancana Bhakti Pendidikan
Satyalancana Jana Utama
Satyalancana Ksatria Bhayangkara
Satyalancana Karya Bhakti
Satyalancana Operasi Kepolisian
Satyalancana Bhakti Buana
Satyalancana Bhakti Nusa
Satyalancana Bhakti Purna

Satyalancana Militer :
Satyalancana Bhakti
Satyalancana Teladan
Satyalancana Teladan
Satyalancana Teladan ulangan pertama
Satyalancana Teladan ulangan kedua
Satyalancana Kesetiaan
Satyalancana Kesetiaan 8 tahun
Satyalancana Kesetiaan 16 tahun
Satyalancana Kesetiaan 24 tahun
Satyalancana Kesetiaan 32 tahun
Satyalancana Santi Dharma
Satyalancana Dwidya Sistha
Satyalancana Dwidya Sistha
Satyalancana Dwidya Sistha ulangan pertama
Satyalancana Dwidya Sistha ulangan kedua
Satyalancana Dharma Nusa
Satyalancana Dharma Nusa
Satyalancana Dharma Nusa ulangan pertama
Satyalancana Dharma Nusa ulangan kedua
Satyalancana Dharma Bantala
Satyalancana Dharma Samudra
Satyalancana Dharma Dirgantara
Satyalancana Wira Nusa
Satyalancana Wira Nusa
Satyalancana Wira Nusa ulangan pertama
Satyalancana Wira Nusa ulangan kedua
Satyalancana Wira Dharma
Satyalancana Wira Dharma
Satyalancana Wira Dharma ulangan pertama
Satyalancana Wira Dharma ulangan kedua
Satyalancana Wira Siaga
Satyalancana Ksatria Yudha

Tanda Kehormatan Samkaryanugraha
Tanda kehormatan samkarayanugraha dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tanda kehormatan samkaryanugraha sipil (e.g. Nugraha Sakanti) dan tanda kehormatan samkaryanugraha militer (i.e. Samkaryanugraha). Semua jenis samkaryanugraha memiliki derajat yang sama.

Samkaryanugraha Sipil :
Parasamya Purnakarya Nugraha
Parasamya Purnakarya Nugraha
Prayojana Kriya Pata Parasamya Purnakarya Nugraha
Nugraha Sakanti
Nugraha Sakanti Yana Utama
Nugraha Sakanti Ksatria Tamtama
Nugraha Sakanti Karya Bhakti

Samkaryanugraha Militer :
Samkaryanugraha
Tanda-tanda Kehormatan Lama
Tanda-tanda kehormatan di bawah ini merupakan bentuk penghargaan untuk pengabdian dalam tugas selama peristiwa tertentu dalam sejarah masa lalu Republik Indonesia. Karena itu hampir semua satyalancana di bawah dikelompokkan sebagai satyalancana peristiwa. Tanda-tanda kehormatan di bawah ini mungkin saja tidak akan diberikan lagi kecuali secara anumerta. Bintang Gerilya tetap dimasukkan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2009 karena di masa depan selalu ada kemungkinan agresi militer negara asing terhadap Republik Indonesia. Satyalancana Karya Satya yang pada mulanya dikelaskan menurut golongan / pangkat Pegawai Negeri Sipil kemudian direorganisasi sehingga dikelaskan menurut lamanya pengabdian (Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994). Satyalancana Ksatria Tamtama hanya diganti nama menjadi Satyalancana Ksatria Bhayangkara. Sedangkan Satyalancana Bhakti hanya diubah bentuk medalinya dari segitujuh menjadi bundar.

Tanda Kehormatan Bintang
Bintang Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia
Bintang Garuda

Tanda Kehormatan Satyalancana
Satyalancana-satyalancana Sipil :
Satyalancana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan
Satyalancana Keamanan
Satyalancana Pepera
Satyalancana Karya Satya
Satyalancana Karya Satya Kelas Satu
Satyalancana Karya Satya Kelas Dua
Satyalancana Karya Satya Kelas Tiga
Satyalancana Karya Satya Kelas Empat
Satyalancana Karya Satya Kelas Lima
Satyalancana Prasetya Pancawarsa
Satyalancana Satya Dasawarsa
Satyalancana Ksatriya Tamtama

Satyalancana-satyalancana Militer :
Satyalancana Perang Kemerdekaan I
Satyalancana Perang Kemerdekaan II
Satyalancana G.O.M I
Satyalancana G.O.M II
Satyalancana G.O.M III
Satyalancana G.O.M IV
Satyalancana G.O.M V
Satyalancana G.O.M VI
Satyalancana G.O.M VII
Satyalancana G.O.M VIIII atau Satyalancana Dharma Phala
Satyalancana G.O.M IX atau Satyalancana Raksaka Dharma
Satyalancana Penegak
Satyalancana Seroja
Satyalancana Sapta Marga
Satyalencana Satya Dharma
Satyalancana Jasadharma Angkatan Laut
Satyalancana Yuda Tama ALRI
Satyalancana Yuda Tama ALRI Kelas Satu
Satyalancana Yuda Tama ALRI Kelas Dua
Satyalancana Yuda Tama Korps Komando ALRI
Satyalancana Yuda Tama Korps Komando ALRI Kelas Satu
Satyalancana Yuda Tama Korps Komando ALRI Kelas Dua

Lain-lain
Bintang Legiun Veteran Republik Indonesia
Satyalancana Legiun Veretan Republik Indonesia
Purnakarya Adi Nugraha
Piagam Kriya Raksana
Piagam Kriya Raksatama

Referensi
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009 : Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010 : Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2003 : Tentang Tanda Kehormatan Satyalancana Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003 : Tentang Tanda Kehormatan Satyalancana Dharma Nusa.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1979 : Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1973 Tentang Tanda Kehormatan Parasamya Purnakarya Nugraha.
Peraturan Pemerintah Nomor 204 Tahun 1961 : Tentang Tanda-tanda Kehormatan / Penghargaan untuk Kepolisian Negara.
http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_tanda_kehormatan_di_Indonesia


Kamis, 08 Agustus 2013

Mempertanyakan R.A. Kartini








Tulisan ini tidak bermaksud mengecilkan jasa-jasa seorang R.A. Kartini yang turut membangkitkan semangat kaum wanita Indonesia untuk maju. Juga tidak merendahkan penghargaan gelar pahlawan kepada beliau oleh pemerintah. Tapi hanya ingin menyadarkan kita bahwa tidak sepenuhnya sejarah itu mutlak benar, dan apa-apa yang kita yakini kebenarannya saat ini bisa saja sebuah kekeliruan yang harus dikoreksi.




Bermula di tahun 1970-an, ketika itu guru besar Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Harsja W. Bachtiar mengkritik “pengkultusan” R.A. Kartini sebagai pahlawan nasional Indonesia. Dalam buku Satu Abad Kartini (1879-1979), (Jakarta Pustaka Sinar Harapan, 1990 cetakan ke-4), Harsja W. Bachtiar menulis sebuah artikel berjudul: Kartini dan Peranan Wanita dalam Masyarakat Kita. Tulisan ini bernada gugatan terhadap penokohan Kartini. Kita mengambil alih Kartini sebagai lambang emansipasi wanita di Indonesia dari orang-orang Belanda.

Harsja juga menggugat dengan halus, kenapa harus Kartini yang dijadikan sebagai simbol kemajuan wanita Indonesia. Ia menunjuk dua sosok wanita yang hebat dalam sejarah Indonesia. Pertama, Sultanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat dari Aceh dan kedua, Siti Aisyah We Tenriolle dari Sulawesi Selatan. Anehnya, tulis Harsja, dua wanita itu tidak masuk dalam buku Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia.

Tentu saja Kartini masuk dalam buku tersebut. Padahal, papar Harsja, kehebatan dua wanita itu sangat luar biasa. Sultanah Safiatudin dikenal sebagai sosok yang sangat pintar dan aktif mengembangkan ilmu pengetahuan. Selain bahasa Aceh dan Melayu, dia menguasai bahasa Arab, Persia, Spanyol dan Urdu.
Penelusuran Prof. Harsja W. Bachtiar terhadap penokohan Kartini akhirnya menemukan kenyataan, bahwa Kartini memang dipilih oleh orang Belanda untuk ditampilkan ke depan sebagai pendekar kemajuan wanita pribumi di Indonesia. Mula-mula Kartini bergaul dengan Asisten-Residen Ovink suami-istri. Adalah Cristiaan Snouck Hurgronje, penasehat pemerintah Hindia Belanda, yang mendorong J.H. Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Agama dan Kerajinan, agar memberikan perhatian pada Kartini tiga bersaudara.






Lebih dari enam tahun setelah Kartini wafat pada umur 25 tahun, pada tahun 1911, Abendanon menerbitkan kumpulan surat-surat Kartini dengan judul Door Duisternis tot Lich. Kemudian terbit juga edisi bahasa Inggrisnya dengan judul Letters of a Javaness Princess. Beberapa tahun kemudian, terbut terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran (1922, terjemahan Empat Saudara). Dua tahun setelah penerbitan buku Kartini, Hilda de Booy-Boissevain mengadakan prakarsa pengumpulan dana yang memungkinkan pembiayaan sejumlah sekolah di Jawa Tengah. Tanggal 27 Juni 1913, didirikan Komite Kartini Fonds, yang diketuai C. Th. Van Deventer.






.H. Abendanon (1852-1925) adalah Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda dari tahun 1900-1905. Ia datang ke Hindia-Belanda pada tahun 1900 dan ditugaskan oleh Belanda untuk melaksanakan Politik Etis. Karena baru di Hindia-Belanda, Abendanon tidak mengetahui keadaan masyarakat Hindia-Belanda dan tidak paham bagaimana dan dari mana ia memulai programnya. Untuk keperluan itu, Abendanon banyak meminta nasihat dari teman sehaluan politiknya, Snouck Hurgronje, seorang orientalis yang terkenal sebagai arsitek perancang kemenangan Hindia-Belanda dalam Perang Aceh.

Di bawah Abendanon, sejak tahun 1900 mulai berdiri sekolah-sekolah baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang hampir merata di daerah-daerah. Pada tahun ini sekolah Hoofdenscholen (sekolah para kepala) yang lama diubah menjadi sekolah yang direncanakan untuk menghasilkan pegawai-pegawai pemerintahan dan diberi nama baru OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren).






J.H. Abendanon kemudian dikenal sebagai salah satu teman koresponden Kartini dan dialah yang menulis buku berjudul Door Duisternis tot Licht yang diterjemahkan oleh Armyn Pane menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku Door Duisternis tot Licht di terbitkan tahun 1911 oleh pemerintah Belanda. Buku ini dicetak sebanyak lima kali, dan anehnya pada. cetakan terakhir terdapat tambahan surat Kartini. (Wikipedia).


Di atas disebutkan peran Snouck Hurgronje sebagai teman bertukar pikiran J.H. Abendanon dalam menjalankan politik etis. Siapa Cristiaan Snouck Hurgronje pasti pembaca sudah banyak yang mengetahuinya. Christiaan Snouck Hurgronje (1857-1936) adalah seorang pendeta Protestan seperti halnya ayah, kakek, dan kakek buyutnya. Sejak kecilnya Snouck sudah diarahkan pada bidang teologi. Tamat sekolah menengah, dia melanjutkan ke Universitas Leiden untuk mata kuliah Ilmu Teologi dan Sastra Arab di tahun 1875. Lima tahun kemudian, dia tamat dengan predikat cum laude dengan disertasi Het Mekaansche Feest (Perayaan di Mekah). Tak cukup bangga dengan kemampuan bahasa Arabnya, Snouck kemudian melanjutkan pendidikan ke Mekkah tahun 1884. Di Mekkah, keramahannya dan naluri intelektualnya membuat para ulama tak segan membimbingnya. Dan untuk kian merebut hati ulama Mekkah, Snouck memeluk Islam dan berganti nama menjadi Abdul Ghaffar.






Namun, pertemuan Snouck dengan Habib Abdurrachman Az-Zahir, seorang keturunan Arab yang pernah menjadi wakil pemerintahan Aceh, kemudian berhasil “dibeli” oleh Belanda dan dikirim ke Mekkah, mengubah minatnya. Atas bantuan Zahir dan Konsul Belanda di Jeddah, JA Kruyt, dia mulai mempelajari politik kolonial dan upaya untuk memenangi pertempuran di Aceh. Setelah saran-sarannya tak ditanggapi Gubernur Belanda di Nusantara, Habib Zahir yang kecewa menyerahkan semua naskah penelitiannya kepada Snouck yang saat itu, tahun 1886, telah menjadi dosen di Leiden.






Menurut Van Koningsveld, pemerintah kolonial mengerti benar sepak terjang Snouk dalam penyamarannya sebagai Muslim. Snouck dianggap oleh banyak kaum Muslim di Nusantara ini sebagai ulama. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai Mufti Hindia Belanda. Juga ada yang memanggilnya Syaikhul Islam Jawa. Padahal, Snouck sendiri menulis tentang Islam; Sesungguhnya agama ini meskipun cocok untuk membiasakan ketertiban kepada orang-orang biadab, tetapi tidak dapat berdamai dengan peradaban modern, kecuali dengan suatu perubahan radikal, namun tidak sesuatu pun memberi kita hak untuk mengharapkannya (hal 116).






Dalam bukunya, Politik Islam Hindia Belanda (Jakarta, LP3ES, 1985), Dr. Aqib Suminto mengupas panjang lebar pemikiran dan nasehat-nasehat Snouck Hurgronje kepada pemerintah kolonial Belanda. Salah satu strateginya adalah melakukan pembaratan kaum elite pribumi melalui dunia pendidikan, sehingga mereka jauh dari Islam. Sedangkan pengaruh Barat yang mereka miliki akan mempermudah mempertemukannya dengan pemerintahan Eropa. Snouck optimis, rakyat banyak akan mengikuti jejak pemimpin tradisional mereka.






Politik Etis, balas budi Belanda atau perlawanan terhadap syiar Islam?


Sebelumnya telah disinggung mengenai Poltik Etis sebagai program pemerintah Belanda yang harus dijalankan oleh J.H. Abendanon sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda.

Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa yang diterapkan sebelumnya. Dengan dipelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (seorang politikus), pemikiran ini diterima oleh pemerintah kolonial seperti disebutkan dalam pidato Ratu Wilhelmina pada tanggal 17 September 1901, pada saat baru naik tahta di pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Politika yang meliputi:


Quote:




1. Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian

2. Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk transmigrasi

3. Memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan (edukasi).



Namun sayangnya, penjajah tetaplah penjajah, niat baik dari penggagas politik etis ini dimanfaatkan oleh pemerintah kolonial untuk memperkuat cengkeraman kuku-kuku penjajahannya di bumi Nusantara. Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan membangun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan transmigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk ke daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan pekerja rodi. (Wikipedia),

Apa hubungan Kartini dengan Snouck Hugronje?


Dalam sejumlah suratnya kepada Ny. Abendanon, Kartini memang beberapa kali menyebut nama Snouck. Tampaknya, Kartini memandang orientalis-kolonialis Belanda itu sebagai orang hebat yang sangat pakar dalam soal Islam. Dalam suratnya kepada Ny. Abendanon tertanggal 18 Februari 1902, Kartini menulis;


Salam, Bidadariku yang manis dan baik! … Masih ada lagi satu permintaan penting yang hendak saya ajukan kepada Nyonya. Apabila Nyonya bertemu dengan teman Nyonya Dr. Snouck Hurgronje, sudikah Nyonya bertanya kepada beliau tentang hal berikut; Apalah dalam agama Islam juga ada hukum akil balig seperti yang terdapat dalam undang-undang bangsa Barat? Ataukah sebaiknya saya memberanikan diri langsung bertanya kepada beliau? Saya ingin sekali mengetahui sesuatu tentang hak dan kewajiban perempuan Islam serta anak perempuannya. (Buku: Surat-surat kepada Ny. R.M. Abendanon-Mandri dan Suaminya, penerjemah: Sulastin Sutrisno, Jakarta: Penerbit Djambatan, 2000, hal 234-235).


Keraguan atas surat-surat Kartini


Secara umum surat-surat R.A. Kartini kepada teman-teman korespondensinya hanya diketahui dari buku J.H. Abendanon. J.H. Abendanon dan istrinya mengaku sebagai salah satu teman korespondensi Kartini, dimana beberapa surat Kartini yang ditujukan kepadanya dan istrinya juga turut dipublikasikan di dalam bukunya itu. Namun sampai sekarang, sebagian besar naskah asli surat-surat Kartini yang dijadikan bahan penulisan buku tersebut maupun jejak J.H. Abendanon sendiri sebagai penulis dan keturunannya belum ditemukan, sehingga ada dugaan sebagian surat-surat Kartini atau isinya direkayasa oleh J.H. Abendanon. Kecurigaan ini timbul karena memang buku Kartini terbit saat pemerintahan kolonial Belanda menjalankan politik etis di Hindia Belanda, dan Abendanon termasuk yang berkepentingan dan mendukung politik etis.


Layakkah Kartini sebagai pahlawan Indonesia?


Seperti halnya beberapa warisan kolonial Belanda lainnya yang sampai sekarang masih dipertahankan dan dijadikan acuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, seperti peraturan perundangan-undangan dan hukum, maka kepahlawanan seorang R.A. Kartini ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab kita sebagai bangsa, apakah akan terus dipertahankan atau dikoreksi keberadaannya.






Sumber: Dikutip langsung dari http://forum.viva.co.id/sejarah/1129535-kontroversi-ra-kartini-pahlawan-wanita-hasil-rekayasa-belanda.html








Diberdayakan oleh Blogger.
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Web Hosting Bluehost