Judul buku :
KH. Moh. Baqir Adelan; organisatoris, ulama’ dan teknokrat
Penulis :
Nuril Ahmad, dkk.
Tebal : 120
halaman
Penerbit :
TERBIT TERANG Surabaya
Peresensi :
Anang Romli, S.Pd.I.*
Diantara
yang pernah dikuluhkan oleh Gus Mus adalah minimnya budaya tulis menulis di
lingkungan Pondok Peasantren, terutama menulis tentang biografi sang kiai
sendiri. Begitu kiai sudah meninggal dunia, sang kiai jadi hanya tinggal cerita
tutur saja. Senada dengan itu Agus Sunyoto berkata, NU harus ditulis dari dari
banyak segi. Pesantren dan kiai adalah dua hal yang menjadi identitas islam
Indonesia. perkembangan dan keteladanan seorang kiai akan menjadi pedoman dan
panutan bagi masyarakat. Disitulah pentingnya biografi kiai di tulis.
Kekhawatiran
Gus Mus di atas memang perlu diperhatikan namun tidak demikian dengan di
lingkungan Pondok Peasantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan,
begitu sang kiai besar meninggal dunia maka para asatidz membentuk tim penyusun
penulisan biografi beliau.
Buku dengan
judul biografi KH. Moh. Baqir Adelan; organisatoris, ulama’ dan teknokrat, yang
ditulis oleh Nuril Ahmad, dkk ini, kita mendapatkan gambaran yang luas
perjalanan KH. Moh. Baqir Adelan yang bisa di katakan cukup mumpuni dalam
berbagai bidang. Mulai dari keilmuan agama yang mendalam, jiwa wirausaha,
organisatoris, da’i, pendidik, teknokrat bahkan ketokohan dan komitmenya dalam
memegang ajaran islam.
Dari segi
keilmuan agama sudah tidak dapat diragukan kiai sepuh yang dengan segudang ilmu
dengan konsep dakwa yang ramah tapi punya prinsip dan ketegasan yang dapat
diacungi jempol sehingga disegani bukan saja dari kalangan NU, Muhammmadiyah
pun mengakui ketokohanya.
Dari segi
wirausaha KH. Moh. Baqir Adelan terbilang keras untuk merintis usaha mandiri
dengan harapan agar bias hidup mandiri tidak mengandalkan orang lain. Hal ini
beliau mulai sejak balita yaitu menjaga jualan sang ibu di lokasi pondok. Jiwa
wirausaha juga di tunjukkan beliau ketika sambil mondok di Jombang yaitu dengan
cara membuat rokok lintingan cap sapu tangan dan membeli padi kering dari
masyarat sekitar kemudian dijual ke agen yang lebih besar. Untuk memenuhi
kebutuhan santri, di pondok jombang saat itu belum ada koprasi beliau beliaupun
merintis dan menjual kitab untuk pengajian para santri. (Hal: 39).
Kemandirian
adalah ciri khas pesantren di sinilah kiai Baqir mengembangkan wirausaha untuk
membiayai pesantren yang beliau pimpin. Bidang usaha yang ditekuni adalah
muebel, bisnis kayu jati dan produksi kapal penangkap ikan yang mendapatkan
apresiasi tinggi dari Gubernur Jatim waktu itu bapak Soelarso.
Keseimbangan
dunia dan akhirat adalah yang didambahkan. KH. Moh. Baqir Adelan tidak mau
hanyut berwirausaha apalagi di pondok tujuan utamanya adalah belajar ilmu agama
dalam hal itu beliau belajar kepada KH. Wahab Wasbullah dan privat kepada KH.
Abdul Jalil. (Hal: 38)
KH. Moh.
Baqir Adelan Dalam bidang dakwa bukan saja saat beliau mengasuh pondok
peasantren Tarbiyatut Tholabah, melainkan sebelum menempuh pendidikan di
Jombang, saat mondok dijombang juga. Yang unik disini kiai baqir terkenal
pendiam dan disegani tidak sembarangan orang yang bisa bercanda dengan beliau
tetapi dilain sisi mempunyai komunitas masyarakat binaan yang relatif jauh dari
peasantren yaitu desa Pagak Magaluh Jombang (hal:40). Jadi, di lain sisi beliau
jadi wirausaha, guru, santri juga da’i di masyarakat.
Buku setebal
120 halaman ini dibagi dalam enam bagian. Bagian pertama pendahuluan, bagian
kedua; pengertian, sejarah berdirinya Pesantren Tarbiyatut Tholabah. Bagian
ketiga; kelahiran, pendidikan dan silsilah KH. Moh. Baqir Adelan. Bagian
keempat; dinamika pemikiran KH. Moh. Baqir Adelan. Kelima: hasil karya dan
kesenian KH. Moh. Baqir Adelan. Bagian keenam: kesan kesan.
Namun
demikian buku ini ditulis ketika beliau sudah meninggal dan beliau tidak
meninggalkan catatan pribadi tentang perjalanan hidup beliau mungkin ada
sedikit kisah yang terputus, sehingga kurang sempurna. Namun penulis buku ini
menuturkan masih terbuka lebar untuk meneliti dan menulis ulang tentang buku
KH. Moh. Baqir Adelan untuk perjalanan kisah sang kiai.
Juga sebagai
catatan, pertama, adalah sepak terjang beliau di dunia politik, bagaimana
keterlibatan dalam politik memang beliau tidak nampak sebagi politisi namun
keterlibatan untuk membangun politik mempunyai banyak peranan. Kedua, belum
terungkap tokoh siapa saja yang mempengaruhi beliau. Mengutip dari jalaluddin
rahmat bahwa “tumbuh kembangnya sikap dan perilaku seorang itu bisa di
pengaruhi orang disekitarnya dan tokoh yang sudah wafat”, artinya karya siapa
atau buku apa yang mempengaruhi pemikiran dan perilaku beliau selain orang
sekitar.
Terlepas
dari segala kekurangan buku ini memberikan sumbangsih yang besar dalam merekam
jejak sang kiai teladan ummat ‘amilun bi ‘ilmih. Selamat membaca!
*Anang
Romli: santri PP TABAH pengagum kiai Baqir kini sekretaris PP IKBAL TABAH juga
Divisi hubungan dan komunikasi KORCAB PKC PMII JATIM.