Sabtu, 17 Maret 2012

Kiai teladan umat; membangun masyarakat melalui pesantren

Judul buku : KH. Moh. Baqir Adelan; organisatoris, ulama’ dan teknokrat
Penulis : Nuril Ahmad, dkk.
Tebal : 120 halaman
Penerbit : TERBIT TERANG Surabaya
Peresensi : Anang Romli, S.Pd.I.*

Diantara yang pernah dikuluhkan oleh Gus Mus adalah minimnya budaya tulis menulis di lingkungan Pondok Peasantren, terutama menulis tentang biografi sang kiai sendiri. Begitu kiai sudah meninggal dunia, sang kiai jadi hanya tinggal cerita tutur saja. Senada dengan itu Agus Sunyoto berkata, NU harus ditulis dari dari banyak segi. Pesantren dan kiai adalah dua hal yang menjadi identitas islam Indonesia. perkembangan dan keteladanan seorang kiai akan menjadi pedoman dan panutan bagi masyarakat. Disitulah pentingnya biografi kiai di tulis.

Kekhawatiran Gus Mus di atas memang perlu diperhatikan namun tidak demikian dengan di lingkungan Pondok Peasantren Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan, begitu sang kiai besar meninggal dunia maka para asatidz membentuk tim penyusun penulisan biografi beliau.

Buku dengan judul biografi KH. Moh. Baqir Adelan; organisatoris, ulama’ dan teknokrat, yang ditulis oleh Nuril Ahmad, dkk ini, kita mendapatkan gambaran yang luas perjalanan KH. Moh. Baqir Adelan yang bisa di katakan cukup mumpuni dalam berbagai bidang. Mulai dari keilmuan agama yang mendalam, jiwa wirausaha, organisatoris, da’i, pendidik, teknokrat bahkan ketokohan dan komitmenya dalam memegang ajaran islam.
Dari segi keilmuan agama sudah tidak dapat diragukan kiai sepuh yang dengan segudang ilmu dengan konsep dakwa yang ramah tapi punya prinsip dan ketegasan yang dapat diacungi jempol sehingga disegani bukan saja dari kalangan NU, Muhammmadiyah pun mengakui ketokohanya.

Dari segi wirausaha KH. Moh. Baqir Adelan terbilang keras untuk merintis usaha mandiri dengan harapan agar bias hidup mandiri tidak mengandalkan orang lain. Hal ini beliau mulai sejak balita yaitu menjaga jualan sang ibu di lokasi pondok. Jiwa wirausaha juga di tunjukkan beliau ketika sambil mondok di Jombang yaitu dengan cara membuat rokok lintingan cap sapu tangan dan membeli padi kering dari masyarat sekitar kemudian dijual ke agen yang lebih besar. Untuk memenuhi kebutuhan santri, di pondok jombang saat itu belum ada koprasi beliau beliaupun merintis dan menjual kitab untuk pengajian para santri. (Hal: 39). 

Kemandirian adalah ciri khas pesantren di sinilah kiai Baqir mengembangkan wirausaha untuk membiayai pesantren yang beliau pimpin. Bidang usaha yang ditekuni adalah muebel, bisnis kayu jati dan produksi kapal penangkap ikan yang mendapatkan apresiasi tinggi dari Gubernur Jatim waktu itu bapak Soelarso. 

Keseimbangan dunia dan akhirat adalah yang didambahkan. KH. Moh. Baqir Adelan tidak mau hanyut berwirausaha apalagi di pondok tujuan utamanya adalah belajar ilmu agama dalam hal itu beliau belajar kepada KH. Wahab Wasbullah dan privat kepada KH. Abdul Jalil. (Hal: 38)

KH. Moh. Baqir Adelan Dalam bidang dakwa bukan saja saat beliau mengasuh pondok peasantren Tarbiyatut Tholabah, melainkan sebelum menempuh pendidikan di Jombang, saat mondok dijombang juga. Yang unik disini kiai baqir terkenal pendiam dan disegani tidak sembarangan orang yang bisa bercanda dengan beliau tetapi dilain sisi mempunyai komunitas masyarakat binaan yang relatif jauh dari peasantren yaitu desa Pagak Magaluh Jombang (hal:40). Jadi, di lain sisi beliau jadi wirausaha, guru, santri juga da’i di masyarakat. 

Buku setebal 120 halaman ini dibagi dalam enam bagian. Bagian pertama pendahuluan, bagian kedua; pengertian, sejarah berdirinya Pesantren Tarbiyatut Tholabah. Bagian ketiga; kelahiran, pendidikan dan silsilah KH. Moh. Baqir Adelan. Bagian keempat; dinamika pemikiran KH. Moh. Baqir Adelan. Kelima: hasil karya dan kesenian KH. Moh. Baqir Adelan. Bagian keenam: kesan kesan.

Namun demikian buku ini ditulis ketika beliau sudah meninggal dan beliau tidak meninggalkan catatan pribadi tentang perjalanan hidup beliau mungkin ada sedikit kisah yang terputus, sehingga kurang sempurna. Namun penulis buku ini menuturkan masih terbuka lebar untuk meneliti dan menulis ulang tentang buku KH. Moh. Baqir Adelan untuk perjalanan kisah sang kiai.

Juga sebagai catatan, pertama, adalah sepak terjang beliau di dunia politik, bagaimana keterlibatan dalam politik memang beliau tidak nampak sebagi politisi namun keterlibatan untuk membangun politik mempunyai banyak peranan. Kedua, belum terungkap tokoh siapa saja yang mempengaruhi beliau. Mengutip dari jalaluddin rahmat bahwa “tumbuh kembangnya sikap dan perilaku seorang itu bisa di pengaruhi orang disekitarnya dan tokoh yang sudah wafat”, artinya karya siapa atau buku apa yang mempengaruhi pemikiran dan perilaku beliau selain orang sekitar.

Terlepas dari segala kekurangan buku ini memberikan sumbangsih yang besar dalam merekam jejak sang kiai teladan ummat ‘amilun bi ‘ilmih. Selamat membaca!

*Anang Romli: santri PP TABAH pengagum kiai Baqir kini sekretaris PP IKBAL TABAH juga Divisi hubungan dan komunikasi KORCAB PKC PMII JATIM.





Diberdayakan oleh Blogger.
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Web Hosting Bluehost