This is featured post 1 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
This is featured post 2 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
This is featured post 3 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
Jumat, 29 Mei 2020
Sabtu, 09 Mei 2020
road to good investmen 8, Strategi masuk market
23.05
Anang Romli, M.Pd.
No comments
Dari beberapa artikel yang saya baca straregi masuk market
adalah beli murah jual diharga mahal. Ada juga beli mahal jual lebih mahal
lagi. Ini rumus baku namun penerapan itu sangat susah sekali. Dari rumusan ini
saya coba otak atik dengan tiga praktik sederhana dalam masuk market. Rumusan umum
diatas saya jabarkan menjadi tiga praktik sederhana beserta tahap tahapnya
masuk market.
Pertama, masuk market berdasarkan jadwal deviden. Saham cenderung
naik apabila jadwal deviden sudah ditentukan. Ini adalah sentimen bagus karena
emiten akan bagi bagi profit ke pemegang saham. Cara masuk market ini adalah
menentukan timing tujuh hari sebelum cum date dan keluar atau sell saham jika
sudah naik. Kenaikan harga saham tentunya harus disesuaikan dengan rencana take
profit kita entah 3%, 5% atau 7%. Pada tanggal ext date pasti saham yang
bersangkutan akan trun lagi. Untuk memantau deviden saham bisa dibuka aplikasi
RTI atau eddyelly.com .
Kedua, masuk market berdasarkan mover pendek. Saya katakan
mover pendek jika kita pantau kenaikan dalam satu hari perdagangan. Dapat kita
lihat di RTI kenaikan harian. Dari kenaikan/mover di RTI lalu kita secreening
manual melalui investing.com. di web investing.com kita bisa seleksi chat mana
yang akan atau memungkinkan saham melanjutkan kenaikan dalam waktu satu hari
atau kurang. Di harga yang sudah terbentuk itu kita bisa beli. Dari sana kita
kita bisa take profit sesuai dengan tarjet kita. Tentunya dengan kenaikan yang
tidak terlalu banyak karena pada hari lalu sudah naik. Yang pentng kita sudah
profit.
Ketiga, mover satu minggu. Di RTI disediakan menu untuk
pantau pergerakan harga dalam jangka tertentu. Mulai 1 hari hingga 5 tahun. Disana
kita bisa klik 1 week berarti ada pergerakan harga selama satu minggu. Di mover satu minggu ini iki bisa lihat baik
gainer maupun losser. Di bagian gainers bisa kita lihat satu persatu chartnya
melalui investing.com mana yang memungkinkan kita beli langsung maupun nunggu
pada harga yang pas atau posisi buy yang pas. Begitupun di menu losser artinya
sudah turun terus di sana pasti ada beberapa saham akan naik.
Demikian hasil otak atik saya semoga kita bisa cetak profit
disaham...!
Widhe, 10 Mei 2020/17 Ramadhan 1441
Minggu, 08 Maret 2020
Inspirasi santri (2)
01.04
Anang Romli, M.Pd.
No comments
Ini adalah artikel yang kedua tentang sosok KH. Asep Saifudin
Chalim. Kiai yang sukses dengan segudang prestasi dan peranya. Artikel ini
merupakan testimoni dari seorang guru besar UINSA yang sering berinteraksi
dengan beliau. Pondok pesantren amanatul ummah sudah lama saya dengar namun
sosok pengasuhnya bagi saya adalah luar biasa. Saya adalah pengagum kiai yang
merintis perjungan dari null. Ketika saya tau ada artikel ini maka saya share
di sini.
------------------------------------------------------
KH ASEP SAIFUDDIN CHALIM YANG SAYA KENAL
Penulis: Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said,
M.A. (Pengasuh Pesantren Mahasiswa Annur, Wonocolo, Surabaya. Guru Besar UINSA)
Asep... nama panggilan yg populer saat saya mengenalnya ketika
menjadi teman kuliah doktoral di Fak. Adab IAIN Sunan Ampel pada 1983. Ia hidup
serba paspasan. Walaupun demikian, -setahu saya- ia tidak pernah mengeluh dan
minta bantuan kpd siapapun. Saya pernah tahu ia pernah menjadi kuli bangunan,
hanya untuk menutupi kebutuhan hidupnya.
Sebagai teman, saya sering terlibat diskusi bahkan debat
dengannya. Dalam beropini, perbedaan dan pertentangan lebih sering terjadi. Hal
yg selalu saya ingat adalah obsesi dan cita-citanya untuk membuat lembaga
pendidikan Islam bertaraf inernasional. Jika Petra bisa membuat gedung tingkat
delapan, kita harus bisa membangun gedung tingkat sembilan; ucapnya padaku.
Ucapan dan cita-cita "gila" menurutku saat itu. Jadi, walaupun ia
hidup serba "kekurangan", itu tidak menghalangi untuk bercita-cita
setinggi langit. Antara 1983-984 saya tahu Asep... menjadi guru kelana di SMP
dan SMA Swasta antara Lamongan, Gresik dan Surabaya. Saya tidak tahu apakah ia
juga mengajar di Sidoarjo.
Kemudian, karena saya harus melanjutkan studi ke al-Azhar pada
Oktober 1984, kami berpisah. Tak pernah ada kontak, karena memang pertemanan
kami tidak begitu akrab. Pada 1988 saya kembali ke Sampang setelah
menyelesaikan S1 di l-Azhar (1986) dan S2 di Khatoum International Institute di
Sudan (1988), saya belum dapat informasi tentang kiprah ASEP SAIFUDDIN CHALIM
temanku itu di masyarakat.Usai saya menikah pd 1989 yang membuat saya tinggal
dan menjadi dosen Fak. Adab IAIN Sunan Ampel pd 1990, saya dapat info kiprah
Asep... di masyarakat.
Saat itu, orang-orang memanggil Ust Asep.. dan sebagian
memanggil Kiai Asep. Saya dapat info beliau diserahi untuk "nangani"
SD Tunas Bangsa di Kawasan Siwalankerto Surabaya yg hanya punya murid ( kelas
1--6) 25 anak. Kemudian berkat "tangan dingin" beliau, SD Swasta ini
menjadi maju dan dalam waktu 1 tahun memiiki lebih 100 murid. Bahkan pada 1992
Kiai Asep mengembangkan untuk membuka SMP sekaligus menjadi SMP yg relatif
ramai peminat.
Lembaga pendidikan inilah yg menjadi cikal bakal Pondok Pesantren Amanatul Ummah yang beliau asuh sampai sekarang. Sayangnya lembaga ini pada 1997 -- karena satu dan lain hal-- "diambil alih" oleh pemilik yg pernah menyerahkannya kepada Kiai Asep saat beliau meelaksanakan ibadah haji.Peristiwa inilah diantarana yg mendorong beliau bertekat memdirikan Lembaga Pendidikan MTS, MA, SMP dan SMA di bawah naungan Pondok Pesantren Amanatul Ummah.
Lembaga pendidikan inilah yg menjadi cikal bakal Pondok Pesantren Amanatul Ummah yang beliau asuh sampai sekarang. Sayangnya lembaga ini pada 1997 -- karena satu dan lain hal-- "diambil alih" oleh pemilik yg pernah menyerahkannya kepada Kiai Asep saat beliau meelaksanakan ibadah haji.Peristiwa inilah diantarana yg mendorong beliau bertekat memdirikan Lembaga Pendidikan MTS, MA, SMP dan SMA di bawah naungan Pondok Pesantren Amanatul Ummah.
Saat Kiai Asep berjuang mendirikan dan memajukan PP Amnatul
Ummah, beliau menerima Amanah sebagai Ketua Tanfidziyah PCNU Surabaya
(1990-1995) yg penuh konflik; tapi beliau mampu meredamnya, sehingga PCNU
Surabaya relatif diperhitungkan sebagai pemasok kader-kader untuk duduk PWNU
Jatim dan PBNU. Bakat kepemimpinan Kiai Asep tampak ketika beliau terpilih
sebagai Ketua MUI kota Surabaya (1995-2000).
Sebagai apresiasi dan tafaaul pada kiprah Kiai Asep, ketika kami
meresmikan Pendirian Pesantren Mahasiswa (Pesma) An-Nur Wonocolo (1995) sebagai
WAKAF dari HM Noer (alm mertua saya), saya mengundang Kiai Asep intuk
menyampaikan tauusiyah. Acara IKRAR WAKAF itu diantaranya ditandtangani oleh
Drs KH Abd Jabbar Adlan (Rektor IAIN Sunan Ampel). Jadi, sejak saat itu saya
inten berkomunikasi dg beliau untuk memajukan Pesantren.
Untuk menunjang finansial PP Amanatul Ummah,pada 1999 Kiai Asep
mendirikan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji ( KBIH ) Amanat Bangsa. Pada 2001
saya menjadi TPIH pada kloter 11 Sub yg 380 JH dari 450 JH adalah jamaah Amanat
Bangsa. Saat sama-sama menjadi pembimbing haji itulah saya lebih mengenal Asep
sebagai Kiai yg sangat perhatian pada jamaah, sopan, memiliki ilmu suwuk, dan
sangat hormat pada pimpinan Kloter. Kiranya KBIH ini menjadi salah satu sarana
yg dibangun oleh Kiai Asep untuk memajukan Amanatul Ummah.KBIH ini akhirnya
berkembang menjadi PT perjalanan wisata yg tentu mengejar profit.
Pada 2010 Kiai Asep mengembangkan PP Amanatul Ummah di kawasan
sejuk desa Kembang Belor Kec. Pacet Mojokerto, dengan modal sebuah villa hibah
salah seorang jamaah haji yg beliau bimbing di KBIH Amanat Bangsa.Tekadnya
membara untuk merealisir cita-citanya membangun Lembaga Pndidikan Islam
bertaraf Internasional. 18 siswa MA dan SMA kelas III Amaatul Ummah
Siwalankerto "digembleng" di villa Pacet dengan target praktis;
mereka harus diterima pada PTN Pavorit.Hasilnya ? 100% mereka diterima di PTN
sesuai pilihan. Dari sinilah PP Amantul Ummah mendirikan Madrasah Aliyah
Bertaraf Internasional (MBI) yang kemudian menjadi pilot proyek MBI Kemenag RI.
Kemudian dengan segala tantangan dalam memangun relasi dg masyarat lokal
sekitarnya, menyelesaikan kendala teknis legalitas dg para birokrat Pendidikan
di tingkat kota/kabupaten, provinsi dan nasional Kiai Asep sukses membangun SMP
dan Akslarasi, yg kemudian berkembang dalam bentuk pendirian INSTITUT KEISLAAN
KIAI ABD CHALIM.
Sejauh yg saya tahu Kiai Asep "kurang bakat" di dunia
politik. Buktinya ? Beliau hanya 2 tahun menjadi anggota DPRD kota Surabaya
dari FKB (1999-2000). Ketika beliau mendukung all out putranya HM Habibrrahman,
SE untuk menjadi Caleg DPRI Dapil 1 Jatim dari PPP, hanya sukses jadi Caleg dan
gagal mengantarkan putranya itu menjadi "leg". Dalam permainan
politik, selama ini beliau dikenal sebagai pendukung atau pendulang suara yg
lihai dan konsisten. Tentu sebagai pengasuh Ponpes yg sukses dan kiprahnya
dalam membangun PERGUNU (Persatuan Guru Nahdlatul Ulama) menjadi modal
sosial-politik untuk mendukung seseorang (bukan dirinya dan keluaganya) untuk
" menang " dalam percaturan politik. Beliau menjadi pendukung utama
Khofifah IP dalam 3 kali perebutan Jatim 1. Akhinya beliau sukses. Beliau
pendukung fanatik Jokowi-JK dan Jokowi-Ma'ruf Amin dengan JKSNnya.Akhirnya
beliau sukses. Kiranya "kiprah politik sebagai pendukung" inilah yang
menjadi pertimbangan utama Presiden Jokowi berkenan hadir dan menyampaikan
sambutan dalam prosesi pengukuhan Dr. KH Asep Saifudin Chalim sebagai Profesor
bidang Sosiologi di UINSA hari ini Sabtu 29-02-2020.
'Ala kulli hal, KH Asep adalah sosok penting dalam dunia
pendidikan Indonesia yang meniti karir dari bawah secara mandiri tanpa membawa
"kebesaran" KH Abd Chalim Leuwinunding ayahnya yg juga sebagai
pendiri NU.
Kehebatan KH Asep ditopang kemampuan intlektualnya yang tinggi,
pengamalan dan penghayatan keislamannya yang tak diragukan.Kemampuan sbg
manager, kepemimpinan yg mengayomi dan mmbangun relasi baik lokal, nasional dan
internasional mentahbiskan dirinya sebagai tokoh yang akan diperhitungkan,
terutama dalam dunia pendidikan Pesantren maupun pendidikan secara umum.
Modal sosial di bidang pendidikan pesantren inilah membuat saat
ini dan yangakan datang semua kontestan politik baik partai maupun
masing-masing calon pemimpin akan sangat membutuhkan dukungan KH Asep Saifddin.
Semoga beliau sehat, panjang umur dg penu berkah; sehingga
beliau bisa meealisir semua cita-citanya.Catatan ini semoga mjd pengngat bagi
generasi muda utk berobsesesi setinggi mungkin dg berjuang semaksimal mungkin.
Insya Allah lebih dari 50 % cita-cita itu akan tercapai. Smg bermanaat. Wallhu
a'lam.
Pesma An-Nur Wonocolo, 5 Rajab 1441 H/ 29 Pebruari 2020.
Sabtu, 07 Maret 2020
Inspirasi Santri
20.20
Anang Romli, M.Pd.
No comments
Artikel bagus untuk inspirasi.
Orang hebat selalu punya cara unik dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Selain KH. Asep Saifudin Chalim sebagi dzuriyah para kiai yang saya yakin imbas
dari keistikomahan dan doa doa serta pengabdian pada umat juga karena usaha dan
tirakatnya luar biasa. Sewaktu di pondok pesantren makan kerak nasi (intip:
jawa) itu merupakan cara yang unik sekali.
Kalau bukan karena doa doa nenek moyangnya yang merupan ulama ulama yang ihlas hanya mengaharap ridha Allah tak mungkin belau mampu bertahan dengan idealismenya. Berikut saya share tulisan Dahlan Iskan Bos Jawa Pos Grup dengan judul Kiai Profesor. artikel ini sebagai arsip pribadi karena saya suka membaca dan mempelajari perjalanan kesuksesan kiai dalam merintis pengabdian dan perjuangan pada ummat.
Kalau bukan karena doa doa nenek moyangnya yang merupan ulama ulama yang ihlas hanya mengaharap ridha Allah tak mungkin belau mampu bertahan dengan idealismenya. Berikut saya share tulisan Dahlan Iskan Bos Jawa Pos Grup dengan judul Kiai Profesor. artikel ini sebagai arsip pribadi karena saya suka membaca dan mempelajari perjalanan kesuksesan kiai dalam merintis pengabdian dan perjuangan pada ummat.
=============
KIAI PROFESOR
Rabu 04 March 2020
Oleh : Dahlan Iskan
Oleh : Dahlan Iskan
Untuk apa sampai perlu mengejar
gelar profesor?
Bagi Kiai Asep Saifudin Chalim tujuannya konkret sekali: ingin
membuka universitas internasional.
Dan ia sendiri yang akan memimpinnya.
Dan itu harus terjadi dalam lima tahun ini.
Hakekatnya beliau sudah mampu
melakukan itu tanpa gelar profesor. Baik dari segi finansial, jaringan,
kapasitas intelektual, maupun ide besar. Dan utama dari track record-nya di
bidang pembangunan pendidikan.
Tapi persyaratan formal dari
pemerintah mengharuskan gelar doktor dan profesor.
”Inilah penganugerahan gelar profesor yang tidak perlu
mempersoalkan hakekatnya. Ini hanya syari'atnya saja,” ujar Rektor Universitas
Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya.
Sang rektor, Prof. Dr. Masdar
Hilmy adalah orang Tegal dengan gelar doktor dari Melbourne University. Sejak
muda Masdar sudah menjadi penulis di koran nasional, termasuk Kompas. Tema
tulisannya biasanya tentang multikulturalisme.
Masdar tahu persis kapasitas dan
hasil karya Kiai Asep. ”Beliau sebenarnya sudah tidak memerlukan gelar ini,”
kata Prof. Masdar Hilmy dalam pidatonya Sabtu lalu.
Untuk mendirikan perguruan tinggi
internasionalnya itu Kiai Asep sudah menyiapkan tanah 60 hektare. Lokasinya di
Pacet, di perbukitan cukup indah di selatan Mojokerto, Jatim.
Di Pacet itu pula Kiai Asep membangun pondok pesantren. Sudah
dilakukan.
Tergolong baru: tahun 2007. Tapi
perkembangannya luar biasa pesat : mutunya, sistem pengajarannya maupun fisik
kampusnya.
Areal tanahnya bertambah terus.
Tiap bulan beli tanah baru. Awalnya hanya 1 hektare. Kini sudah mencapai 40
hektare lebih. Dan akan segera menjadi 100 hektare.
Siswanya juga terus bertambah.
Kini sudah lebih 10.000 orang. Belum ada pesantren baru yang
kepesatan pertumbuhannya secepat itu.
Nama pesantren tersebut: Amanatul
Ummah. Tidak ada hubungannya dengan Partai Amanat Nasional --yang dibidani
Muhammadiyah itu. Kiai Asep adalah tokoh NU (Nahdlatul Ulama). Bahkan ia jadi
NU sudah sejak sebelum lahir. Ayahnya adalah salah satu kuai besar pendiri NU
--Kiai Abdul Chalim.
Sebetulnya Kiai Asep sudah pula
mendirikan perguruan tinggi di Pacet itu. Saya ikut peresmiannya, empat tahun
lalu. Lokasinya di sebelah Amanatul Ummah.
Namanya: Institute Abdul Chalim --untuk menghormati bapaknya.
Sudah pula memiliki mahasiswa dari 10 negara.
Tapi Kiai Asep belum puas dengan
semua itu. Ia akan terus mengembangkan pendidikan. Sampai terbayar ”dendam” nya
waktu kecil.
Waktu itu awal Orde Baru. Sepanjang jalan di Jatim --arah
Pandaan-- banyak berdiri pabrik baru. Mayoritas milik asing.
Ia pun berpikir siapa yang akan bekerja di situ. Pasti hanya
yang berpendidikan dan yang pintar. Tidak mungkin pribumi Islam bisa bekerja di
situ.
Maka Asep muda menetapkan arah hidupnya: meningkatkan kualitas
manusia Indonesia. Lewat pendidikan.
Itu tidak mudah. Ayahnya meninggal saat Asep masih kelas 2 SMPN
1 Sidoarjo. Tidak ada lagi kiriman bekal hidup.
Apalagi ia anak bungsu dari 21 bersaudara.
Kisah Asep di SMP ini dituturkan dengan sangat baik oleh . Gatot
Sujono --teman satu kelasnya.
Di forum penganugerahan itu Gatot --juga saya-- diminta
memberikan testimoni. Tugas itu ia laksanakan dengan amat menarik dan lucu.
Saat sekolah di SMP dulu Asep tinggal di pondok pesantren Al
Khoziny --yang didirikan oleh KH Abbas Khozin.
Ayahnyalah yang menitipkan Asep kecil di situ. Sang ayah memang
pernah lama di Jatim --berguru ke KH Wahab Chasbullah yang juga salah satu
pendiri NU.
Di pondok itu semua santri masak sendiri --kecuali Asep. Itu
karena Asep tidak punya bahan yang bisa masak.
Tengah malam barulah Asep ke
dapur. Ia mencucikan tempat masak santri lainnya --yang biasanya digeletakkan
begitu saja tanpa dicuci. Tujuan lainnya: mendapatkan sisa nasi yang biasanya
tertinggal di dasar tempat tanak. Yakni nasi yang sudah jadi intip-kerak.
Semua alat masak temannya bersih. Ia pun dapat makanan --sekali
itu dalam sehari.
Di pondok itu Asep belajar kitab-kitab agama di malam hari.
Pagi-pagi berjalan kaki ke SMPN 1 Sidoarjo --sejauh sekitar 5 Km.
Asep juga hanya mempunyai satu buku tulis --pelajaran apa pun ditulis
di satu buku situ.
Gatot berteman akrab karena satu bangku dengan Asep di pojok
paling belakang.
Pun waktu keduanya meneruskan sekolah di SMAN 1 Sidoarjo.
”Beliau itu pemberani. Waktu main sepak bola satu-satunya yang
tidak pakai sepatu. Beliau tidak takut terinjak sepatu bola,” ujarnya.
Selama bersahabat, seingat Gatot,
hanya sekali bertengkar. Tapi seru sekali. Dan lama sekali.
Penyebabnya tidak sepele. Itu terjadi waktu Gatot menulis cerita
pendek. Tulisannya disalahkan oleh Asep. Gatot tidak mau terima itu.
Itu soal bunyi kokok ayam jantan.
”Bunyi kokok ayam jantan kok kukuruyuk,” ujar Asep seperti yang
ditirukan Gatot.
Waktu itu Gatot lagi mendiskripsikan datangnya fajar pagi. Yang
biasa ditandai dengan kokok ayam jantan: kukuruyuuuuuuuk!
”Bunyi kokok ayam itu kongkorongkoooong,” ujar Asep memberikan
koreksi.
Pertengkaran pun terjadi.
Tidak pernah terselesaikan.
Lalu Asep berhenti sekolah di
kelas 2 SMA itu. Tidak ada lagi biaya setelah sang ayah meninggal dunia. Ia pun
pamit kepada kiai pondok Al Khoziny.
”Waktu itu beliau sudah pandai matematika, bahasa Inggris dan
bahasa Arab,” ujar Gatot.
Pamit ke mana?
Tidak tahu. Asep tidak punya tujuan pasti hendak ke mana. Ia pun
berjalan ke timur. Ke arah Lumajang. Lalu Jember. Banyuwangi. Probolinggo. Akhirnya
berhenti di Pasuruan. Ia mengajar matematika di sebuah sekolah di pedesaan
Pasuruan.
Perjalanan itulah yang terpatri
dalam otak dan hatinya: saat melihat banyaknya pabrik PMA di sepanjang jalan.
Saat meninggalkan pondok dan SMA Sidoarjo itu Asep hanya membawa
satu tas. Isinya pun hanya dua stel baju dan dua buku: kamus bahasa Inggris dan
Arab.
Di Pasuruan itu Asep ikut ujian persamaan SMA. Lulus. Lalu masuk
IKIP Surabaya --jurusan bahasa Inggris.
Dengan bekal ijazah sarjana muda
Asep bisa mengajar lebih resmi. Lalu kuliah lagi di jurusan bahasa Inggris di
IKIP Malang. Sampai menjadi sarjana.
Ia masih kuliah lagi di UIN Sunan Ampel Surabaya. Untuk jurusan
sastra Arab. Sampai sarjana muda.
Saat di Surabaya itu Asep mendirikan pondok pesantren. Yakni di
Siwalankerto --sekitar 2 Km dari UIN Surabaya sekarang ini.
Asep tahu untuk mendirikan
sekolah diperlukan syarat formal kesarjanaan. Ia pun kuliah S2 di Universitas
Islam Malang. Lalu S3 di Universitas Merdeka, juga di Malang. Dan kini Asep
menjadi Prof. DR. KH Asep Saifudin Chalim.
Presiden Joko Widodo hadir di
acara pengukuhan Sabtu lalu. Saat menuju panggung Presiden Jokowi menghadap ke
senat guru besar dulu. Lalu membungkuk khusu' memberi hormat. Demikian pula
setelah turun dari podium. Kembali menghadap senat dan kembali membungkuk
hormat.
”Bapak Presiden Jokowi itu orang sholeh,” ujar Kiai Asep saat
memulai pidato. Waktu itu presiden belum tiba di tempat penganugerahan. ”Tempat
yang disinggahi orang sholeh akan mendapat berkah,” tambahnya.
Kiai Asep memang memegang peran
utama atas kemenangan telak Jokowi di Jatim. Padahal kalau suara di Jatim
imbang saja, Prabowo lah yang menjadi presiden sekarang ini.
Gatot sendiri berpisah total dari Asep. Setamat SMA Gatot
melamar kerja di kementerian keuangan. Ia ditempatkan di kantor bendahara
negara di Samarinda.
Sebelas tahun Gatot di Kaltim. Sambil kuliah ekonomi di
Universitas Mulawarman. Di Samarinda pula ia menemukan isterinya sekarang
--anak orang Malang yang juga merantau ke Samarinda.
Gatot lantas mendapat bea siswa
ke Amerika. Ia kuliah di University of Delaware di Newark. Lalu mendapat bea
siswa lagi untuk gelar doktor di Universitas Negeri Malang.
Setelah pensiun kini Gatot ikut mengajar di Institute Abdul
Chalim milik Asep.
Pertengkaran saat SMA pun berakhir. Itu karena Gatot akhirnya
tahu: di Jawa Barat bunyi kokok jago adalah 'kongkorongkooong'.
Gatot sama sekali tidak tahu kalau Asep itu anak kelahiran
Majalengka --anak kiai besar di sana. ”Selama di SMA beliau menggunakan bahasa
Jawa yang halus,” ujar Gatot.
Saya ikut memberikan pidato
testimoni di forum penganugerahan itu. Saya ingat saat ingin salat subuh di
Pacet. Saya berangkat dari Surabaya jam 3 pagi. Tapi saat tiba di Amanatul
Ummah sudah agak telat: mendapat tempat salat di emperan masjid.
Habis salat Subuh tidak ada yang
keluar masjid. Diteruskan dengan kajian kitab kuning. Semua santri membuka
kitabnya. Saya ikut kitab santri di sebelah saya.
”Siapa yang mengajar itu,” tanya saya kepada santri di sebelah
saya.
”Beliaunya Kiai Asep,” jawab si santri.
Oh... Inilah kunci sukses Kiai
Asep, kata saya dalam hati. Beliau total sekali dalam mengurus lembaga
pendidikannya. Termasuk masih mengajar sendiri untuk kajian tertentu.
Ternyata, tiap hari, Kiai Asep berangkat dari pondoknya di
Siwalankerto Surabaya ke Pacet. Tiap jam 2.30 pagi .. Tiap hari.
Diberdayakan oleh Blogger.