Mengembalikan Wibawa Guru Seorang Kepala Sekolah Sekolah Dasar (SD) di Lahat,
dijatuhi hukuman 2 tahun penjara 2 tahun, karena mencabuli 7 orang siswinya
pada suatu acara Perkemahan Sabtu Minggu (Persami) . Lain lagi di
Kotabaru, seorang perempuan yang berprofesi sebagai guru dipergoki oleh pihak
berwajib saat “bermesum ria” dengan laki-laki yang bukan suaminya .
Dua kasus diatas agaknya sudah bisa mewakili rentetan kasus
bejat para generasi pendidik kita akhir-akhir ini, baik yang sempat tertangkap
oleh moncong media maupun yang tak sempat dibertakan. Betapa tidak moral
guru-guru kita agaknya sudah berada di tingkat degradasi stadium empat. Padahal
menurut pepatah lama “Guru Kencing Berdiri, Siswa Kencing Berlari”. Jika kita
korelasikan dengan degradasi moral guru-guru kita, maka jangan heran bila saat
ini siswa-siswi kita berperilaku tak bermoral lagi, berciuman di tempat umum,
bahkan banyak yang sudah mencicipi “hidangan” yang hanya bisa dicicipi oleh
orang yang sudah melafadzkan akad nikah, (bahasa kerennya ML). dan lebih sadis
lagi diantaranya ada yang merekamnya kemudian mengunggahnya ke media, sehingga
menjadi konsumsi bejat kepada masyarakat.
Pantas bila siswa-siswi kita sekarang ini sudah tidak
“menghormati” lagi gurunya, mereka sudah tidak segan lagi memanggil kata-kata
“halo”, atau “oe”, kepada gurunya, yang sebelumnya kata itu ini hanya
ditujukan kepada teman sebayanya. Ditambah dengan dengan sikap acuh tak acuh
siswa kepada gurunya pada kegiatan proses belajar-mengajar (PBM).
Sekelumit masalah diatas mulai dari oknum guru yang
melakukan pencabulan; freeseks yang kemudian diikuti oleh siswa-siswinya yang
seakan freeseks itu sudah dianggap hal yang lumrah dilakukan; sikap dan
perkataan siswa kepada gurunya yang tidak pantas; merupakan suatu penghinaan
kepada profesi guru yang teramat mulia. Bukankah Mantan Presiden BJ. Habibie
pintar karena jasa sang Guru?. Serta Jepang yang morat-marit akibat hantaman
bom atom di Nagasaki dan Hiroshima pada Perang Dunia II mampu bangkit dan
menjadi salah satu negara termaju didunia karena polesan sang guru?.
Olehnya itu kita sadar sebagai guru kita harus bertindak dan
berperilaku mulia, semulia profesi kita. Ada pendapat yang mengatakan bahwa
runtuhnya moral generasi sekarang karena adanya “serbuan” pengaruh Sekularisme
dari Barat dan kecanggihan tehnologi sekarang ini. Pendapat ini memang ada
benarnya. Tapi bukankah Ikan yang hidup di laut yang airnya asin tak
membuat daging ikan tersebut asin pula?. Ikan saja mampu menjaga menjaga
dagingnya dari penetrasi zat asin, apalagi kita manusia yang punya akal dan
pikiran.
Dahulu sekitar tahun 1960-an guru-guru kita masih sangat
disegani dan dihormati, misalnya kalau ada suatu acara kenduri, guru selalu
dipersilahkan duduk di tikar diruang tengah, disejajarkan dengan para
bangsawan-bangsawan. Bahkan dahulu guru-guru kita sangat dihormati. Semua itu
karena guru-guru kita dahulu mampu menjaga sikap dan perilakunya baik dikelas
maupun di masyarakat.
Lirik lagu lawas Iwan Fals yang menggambarkan Si Umar
Bakri, seorang guru sederhana yang hanya naik sepeda kumbang kalau hendak
kesekolahnya mengajar, ditambah dengan penghasilan si Umar Bakri yang pas-pasan
atau bahkan di bawah gaji rata-rata. Tapi guru-guru pada masa itu mampu menjaga
sikap dan prilakunya dan berjalan diatas norma-norma dan kaidah yang mulia.
Sudah saatnya mulai saat ini guru-guru kita seharusnya
mengevaluasi diri masing-masing agar mampu bersikap dan berperilaku positif
agar citra guru yang mulai ternoda bersih kembali. Apalagi saat ini pekerjaan
sebagai guru menjadi “Top profesi’, sejak dikeluarkannya beberapa regulasi oleh
pemerintah yang tidak menganak-tirikan lagi kaum guru di Indonesia. Tapi sekarang
ini guru sekarang tidak seperti lagi yang digambarkan oleh liriknya Iwan Fals,
yang hanya bersepeda kumbang, yang gajinya selalu dikebiri. Tapi saat ini
guru-guru kita sudah mampu memiliki kendaraan roda empat, gaji yang diatas
rata-rata dari gaji PNS bukan guru, dengan adanya tunjangan sertifikasi, non
sertifikasi serta tunjangan-tunjangan lainnya. Sepantasnyalah kita sebagai guru
berterima kasih dengan memperbaiki sikap dan prilaku kita, agar nantinya kita
sebagai guru bisa menelorkan siswa-siswi yang beriman, berahlaq serta kompeten
dalam membangun bangsa kita tercinta kearah yang lebih baik.
Akhirnya, untuk mengembalikan moral guru yang sempat
degradasi stadium empat ini, marilah kita sebagai kaum guru untuk
mengembalikan kemulian Guru itu dengan memperbaiki moral kita
masing-masing, sesuai dengan agama dan kaidah-kaidah adat ketimuran kita yang
mulia. Karena tampa kesadaran dari dalam diri kita masing-masing, maka niscaya
kemulian guru itu akan terkubur dengan serentetan prilaku dan tindakan tak bermoral
sang guru. Meskipun pemerintah membuat regulasi ketat mengenai tata aturan
prilaku dan tindakan guru, regulasi itu tidak akan banyak berperan bila
kesadaran guru untuk memperbaiki citranya bukan dari dalam dirinya sendiri.
Semua itu akan berubah kearah yang lebih baik apabila diri sendiri yang
menyadarinya lalu memperbaikinya.
sumber: http://www.katailmu.com
0 komentar:
Posting Komentar